Upah bagi buruh tidaklah dapat membuatnya kaya, hanya habis untuk dimakan, biaya sekolah anak serta bayar kontrakan juga listrik dan air, bahkan sangat kekurangan sehingga selalu terhutang di warung atau tetangga. Bagi pengusaha besar yang berpenghasilan milyaran rupiah, baginya hanyalah uang recehan untuk membayar gaji para buruh, tapi mereka lebih suka memberi para pejabat hadiah yang mewah untuk memuluskan usahanya.
Kerja keras para buruh belumlah pantas dengan upah yang diterimanya, mengingat harga-harga bahan pokok semakin meningkat, sementara para pengusaha dan keluarganya naik turun mobil mewah, berbelanja keluar masuk mall, makan-makan di restoran bertarif tinggi dan liburan keluar negeri. Sedangkan usahanya dikerjakan oleh buruh yang hidupnya serba kekurangan dan memprihatinkan.
Dapatkah pemilik modal menjadi pengusaha besar tanpa buruh yang membantu menyelesaikan pekerjaan dalam usahanya sehingga membuat ia kaya raya…..? Dapatkah ia mengerjakannya sendiri atau bersama keluarganya saja…? Kemana hati mereka setelah kaya raya…..?
Sesungguhnya “BURUH” (BUkanlah pesuRUH), tak patut lagi menjadi sebutan untuk para pekerja kasar di negeri ini.
Justru hal ini menjadikan kesenjangan antara pemilik modal dengan para pekerja yang membantu mengerjakan setiap keinginan para pemilik modal agar dapat meningkatkan prtoduksi di dalam usahanya, sehingga para pekerja juga dapat menikmati kesejahteraan yang sesuai dengan pembagian keuntungan dari usaha itu, maka lebih layak disebut….. “MITRA” (MIliki Tanggung jawab RAngkap) keuntungan dan kerugian, sama-sama merasakannya.
Setiap orang yang menerima upah dari sebuah pekerjaan haruskah disebut “BURUH” (BUdak pesuRUH)….? Karena ia mengerjakan pekerjaan itu ada yang menyuruh dengan imbalan yang telah ditentukan oleh pemilik pekerjaan itu, disertai dengan peraturan-peraturan yang harus ditaati, bila melanggar aturan tentu saja ada sanksi pemecatan atau skor, tak ubahnya seperti budak saja yang tunduk patuh pada tuannya (yang memberi makan) tanpa ada belas kasihan.
Kecuali pekerja yang meminta upah atas ketentuannya sendiri tanpa aturan yang memaksakannya harus patuh.
Sungguh negeri ini belum merdeka…………………………………….!!!!!
Apa bedanya menjadi buruh di negeri orang atau menjadi buruh di negeri sendiri….?????
Menjadi BURUH (BUdak pesuRUH) dinegeri orang itu sangat wajar karena sebagai pendatang, tapi mengapa kita tidak bisa menjadi TUAN di negeri sendiri. Apakah memang bangsa INDONESIA ini bangsa BURUH…?????
Bukanlah bangsa ini bangsa buruh tetapi para pemimpinnya adalah:
Keturunan “BURUH” (BUdak RUpiah yang Hakiki) selama hidupnya, membuat fikirannya menjadi “BURUH” (BUtek dan keRUH) sehingga tidak perduli dengan rakyat yang hidup melarat dan menderita.
Begitulah para pemimpin bermental “BURUH” (BUru RUpiah dan Hadiah) hanya untuk melanggengkan kekuasaan dan kemewahan dengan mengorbankan rakyatnya karena “BURUH” (BUjuk Rayu Uang Haram) dan rakyatpun terpaksa kerja keras juga karena …………………….
“BURUH” (Butuh Uang Receh Untuk Hidup) dinegeri yang kaya raya ini.
Hingga berulang-ulang rakyat telah bersama-sama “BURUH” (menaBUR pelUH) untuk “BERDEMO” (BEntuk Rajuk DEngan MOgok) memohon agar diperhatikan kesejahteraannya, namun para penguasa lebih pro kepada para pengusaha karena mereka adalah “MITRA” (MIliki TRAnsaksi) punya jasa ketika kampanye merebut kursi kekuasaan, maka rakyatpun akan berhadapan dengan MITRALIUR (senapan mesin) dari …….. “MITRA” (MIliter Tanpa Rasa Asih) sebagai pembela pemerintah bukan pembela rakyat.
Binasalah kedua tangan abi lahab (bapak yang rakus) dan dia telah binasa. Tiadalah bermanfaat baginya harta bendanya dan apa-apa yang diusahakannya. ia akan memasuki neraka yang bernyala-nyala. Dan perempuannya (isteri dan selir) yang mengangkat kayu api (bujuk rayu meminta kemewahan). Di lehernya tali yang dipilin (belenggu).
(Al – l a h a b 1 s/d 5)
Adakah engkau ketahui orang yang mendustakan dengan agama (menipu dengan bertopeng agama)? Maka demikian itu ialah orang yang mengusir anak yatim (menyengsarakan rakyat). Dan tiada memberi makan orang miskin (rakyat yang kelaparan). Maka celakalah orang-orang yang sembahyang yang mereka itu lalai dari sembahyangnya (hanya memikirkan kekayaan). Lagi mereka itu riya (sembahyang hanya untuk pamer supaya dibilang taat). Dan enggan memberi harta benda (hanya dikumpulkan untuk keluarganya saja).
(Al – m a ‘ u n 1 s/d 7)
Jika penguasa dan pengusaha “SADAR” (SAtu DAlam Rasa)
Peduli dengan apa yang dirasakan oleh rakyat kelas bawah
Niscaya ……… “BURUH” (Babak Unjuk Rasa Upah Harmoni) …….
Takkan pernah terulang kembali.