الحمدلله رب العالمين والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه أجمعين، وبعد
Hati-hati yaa ikhwatii fillaah syabaab al-ummah al-islaamiyyah
Hati-hati dengan provokasi oknum
akun-akun atau grup fb yang sibuk menyemai perdebatan tidak syar’i
(lisan tercela yang tak terjaga, pembicaraan yg tidak syar’i).
Ciri-ciri
yang paling dominan dari akun-akun oknum ini -pengamatan ana- adalah
sering memposting sesuatu yang bisa memancing perdebatan sengit (karena
kritikannya diungkapkan dengan bahasa yang tidak syar’i dan tidak
berhujjah) dan sebagiannya -pengalaman kami- tangkas memblokir akun
lawan diskusi yang cerdas dalam menjawab (bil hujjah) dan terjaga
lisannya (syar’i).
Bahkan
menghiasi debat kusir dengan lisan-lisan yang tak terjaga.. Apakah
mereka lupa?? Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kita ucapkan dan
kita perbuat… Allaahummaghfirlanaa.
Atau dengan ikon-ikon senyum lebar
sembari mengkritik pedas dalam perdebatan yang sebenarnya tidak lucu,
dan tidak ada alasan wajar untuk tertawa. Dan terkadang dalam perdebatan
di dunia maya tak jarang ditemukan pernyataan atau ikon yang menyatakan
“IQ/otak jongkok” yang dilakukan sejumlah oknum.
Tentang poin ini, para ulama banyak
menjelaskan keharamannya. Diantaranya al-Syaikh Nawawi al-Bantani ketika
menjelaskan contoh-contoh maksiat lisan:
الاستهزاء أي السخرية بالمسلم وهذا محرم مهما كان مؤذيًا
“Melecehkan yakni mengolok-olok muslim, perbuatan ini diharamkan bahkan berbahaya.”
Bukankah perbuatan ini bisa menghancurkan persaudaraan sesama muslim?
Sedangkan al-Hafizh al-Nawawi menyusun
satu bab khusus tentang “Pengharaman Merendahkan & Melecehkan Kaum
Muslimin” (بابُ تَحريمِ احْتِقار المسلمينَ والسُّخْرِيةِ منهم) dalam
kitabal-Adzkaar-nya.
Imam al-Nawawi menukil dalil-dalil firman Allah SWT:
الَّذِينَ يَلْمِزُونَ الْمُطَّوِّعِينَ
مِنَ الْمُؤْمِنِينَ فِي الصَّدَقَاتِ وَالَّذِينَ لَا يَجِدُونَ إِلَّا
جُهْدَهُمْ فَيَسْخَرُونَ مِنْهُمْ ۙ سَخِرَ اللَّهُ مِنْهُمْ وَلَهُمْ
عَذَابٌ أَلِيمٌ
“(Orang-orang munafik itu) yaitu orang-orang yang
mencela orang-orang mukmin yang memberi sedekah dengan sukarela dan
(mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain
sekedar kesanggupannya, maka orang-orang munafik itu menghina mereka.
Allah akan membalas penghinaan mereka itu, dan untuk mereka azab yang
pedih.” (QS. Al-Tawbah [9]: 79)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ
مِنْ قَوْمٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ
نِسَاءٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوا
أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ ۖ بِئْسَ الِاسْمُ
الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ ۚ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ
الظَّالِمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah
sekumpulan orang laki-laki mengolok-olok kumpulan yang lain, bisa jadi
yang diolok-olok itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula
sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang
direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri[1] dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman[2] dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Hujuraat [49]: 11)
Imam al-Syawkani dalam kitab tafsir Fath al-Qadiir menuturkan:
ومعنى الآية : النهي للمؤمنين عن أن يستهزىء
بعضهم ببعض ، وعلل هذا النهي بقوله : { عسى أَن يَكُونُواْ خَيْراً
مّنْهُمْ } أي : أن يكون المسخور بهم عند الله خيراً من الساخرين بهم
“Dan makna ayat: merupakan larangan bagi orang-orang beriman untuk saling merendahkan, alasan larangan ini pada frase: “bisa jadi yang diolok-olok itu lebih baik dari mereka” yakni pihak yang direndahkan lebih baik kedudukannya di sisi Allah daripada orang-orang yang merendahkan.”[3]
Al-Hafizh al-Thabari menafsirkan:
يقول تعالى ذكره: يا أيها الذين صدّقوا الله
ورسوله، لا يهزأ قوم مؤمنون من قوم مؤمنين –عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا
مِنْهُمْ- يقول: المهزوء منهم خير من الهازئين
“Allah SWT berfirman yang maknanya:
Wahai orang-orang yang membenarkan Allah dan Rasul-Nya janganlah suatu
golongan dari orang-orang beriman mengolok-olok golongan lain dari
orang-orang beriman “bisa jadi yang diolok-olok itu lebih baik dari mereka”yakni orang yang diolok-olok lebih baik daripada mereka yang mengolok-olok.”
Ketika menjelaskan berbagai pandangan para ulama terkait ayat ini, al-Hafizh al-Thabari menegaskan:
والصواب من القول في ذلك عندي أن يقال: إن
الله عمّ بنهيه المؤمنين عن أن يسخر بعضهم من بعض جميع معاني السخرية، فلا
يحلّ لمؤمن أن يسخر من مؤمن لا لفقره، ولا لذنب ركبه، ولا لغير ذلك
“Dan yang paling tepat dalam hal ini
dalam pandanganku: sesungguhnya Allah melarang secara umum orang-orang
beriman terhadap perbuatan saling merendahkan (mengolok-olok-pen.)
mencakup keseluruhan ungkapan yang bermakna ejekan, maka tidak halal
bagi orang yang beriman merendahkan orang beriman lainnya, apakah karena
kemiskinannya, dosa yang telah dilakukannya, dan lain sebagainya.”
وَيْلٌ لِكُلِّ هُمَزَةٍ لُمَزَةٍ
“Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela.” (QS. Al-Humazah [104]: 1)
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لاَ تَحَاسَدُوا وَلاَ تَنَاجَشُوا وَلاَ
تَبَاغَضُوا وَلاَ تَدَابَرُوا وَلاَ يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ
بَعْضٍ وَكُونُوا عِبَادَ اللهِ إِخْوَانًا، الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ
لاَ يَظْلِمُهُ وَلاَ يَخْذُلُهُ وَلاَ يَحْقِرُهُ، التَّقْوَى هَاهُنَا
(وَيُشِيرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ)، بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنْ
الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى
الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ.
“Janganlah kalian saling mendengki,
saling memfitnah, saling membenci, dan saling memusuhi. Janganlah ada
seseorang di antara kalian yang berjual beli sesuatu yang masih dalam
penawaran muslim lainnya dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang
saling bersaudara. Muslim yang satu dengan muslim yang lainnya adalah
bersaudara tidak boleh menyakiti, merendahkan, ataupun menghina. Takwa
itu ada di sini (Rasulullah menunjuk dadanya, beliau mengucapkannya
sebanyak tiga kali). Seseorang telah dianggap berbuat jahat apabila ia
menghina saudaranya sesama muslim. Muslim yang satu dengan yang Iainnya
haram darahnya. hartanya, dan kehormatannya.” (HR. Muslim)
Mengomentari hadits ini, Imam al-Nawawi menuturkan:
ما أعظم نفع هذا الحديث وأكثر فوائده لمن تدبره.
“Alangkah agungnya manfaat hadits ini dan betapa banyak faidahnya bagi orang yang menyelaminya.”
Imam al-Nawawi pun menukil sabda Rasulullah SAW:
قَالَ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ
“Tidak akan masuk surga, orang yang di dalam hatinya terdapat seberat biji sawi dari kesombongan.”
Seorang laki-laki bertanya:
“Sesungguhnya seorang pria itu senang jika baju dan sandalnya bagus
(apakah ini termasuk kesombongan)?” Beliau SAW menjawab:
إِنَّ اللهُ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ
“Sesungguhnya Allah itu bagus menyukai yang bagus, kesombongan itu menolak kebenaran dan meremehkan manusia.” (HR. Muslim)[4]
Imam An-Nawawi pun menuturkan:
قلتُ: بَطر الحقّ بفتح الباء والطاء
المهملة وهو دفعه وإبطاله، وغمطٌ بفتح الغين المعجمة وإسكان الميم وآخره
طاء مهملة، ويروى غمص بالصاد المهملة ومعناهما واحد وهو الاحتقار.
Saya (Al-Nawawi) katakan: “Bathr al-Haq yakni menolak dan membantahnya, danghamth al-naas maknanya adalah merendahkan (manusia).”
Para ulama lainnya –selain Imam
al-Nawawi- banyak menjelaskan keharaman perbuatan ini dalam kitab-kitab
buah tangan mereka, semoga Allah menjadikannya sebagai pemberat amal
kebaikan mereka dan memberkahinya untuk kaum muslimin. Ketika
menjelaskan berbagai kemaksiatan, al-Syaikh Muhammad Nawawi al-Bantani
menjelaskan dalam kitabBahjatul Wasaa-il bi Syarh Masaa-il:
التكبر على عباد الله تعالى: كأن يرى في نفسه أنه خير من غيره، وأن يحتقر الناس.
“Takabur terhadap hamba-hamba Allah SWT: yakni ia memandang dirinya lebih baik daripada orang lain dan merendahkannya.”
Allah SWT pun berfirman:
وَوُضِعَ الْكِتَابُ فَتَرَى الْمُجْرِمِينَ
مُشْفِقِينَ مِمَّا فِيهِ وَيَقُولُونَ يَا وَيْلَتَنَا مَالِ هَٰذَا
الْكِتَابِ لَا يُغَادِرُ صَغِيرَةً وَلَا كَبِيرَةً إِلَّا أَحْصَاهَا ۚ
وَوَجَدُوا مَا عَمِلُوا حَاضِرًا ۗ وَلَا يَظْلِمُ رَبُّكَ أَحَدًا
“Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat
orang-orang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya,
dan mereka berkata: “Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak
meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia
mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada
(tertulis). Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang juapun.” (QS. Al-Kahfi [18]: 49)
Syaikh Nawawi al-Bantani menukil penafsiran Ibnu ‘Abbas yang berkata dalam menafsirkan ayat yang agung ini:
إن الصغيرة التبسم بالاستهزاء بالمؤمن، والكبيرة القهقهة بذلك.
“Sesungguhnya “yang kecil” (dalam ayat
ini-pen.) yakni tersenyum (sinis) untuk merendahkan orang beriman, dan
makna “yang besar” yakni tertawa terbahak-bahak untuk maksud yang sama.”[5]
Syaikh Nawawi al-Bantani menegaskan:
وهذا إشارة إلى أن الضحك على الناس من جملة الذنوب والكبائر
“Dan ini menjadi isyarat bahwa menertawakan manusia (untuk mengolok-olok-pen.) termasuk perbuatan salah dan dosa besar”
Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang angkuh serta membanggakan diri.
وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari
manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan
angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi
membanggakan diri.” (QS. Luqman [31]: 18)
Dari Abdullah r.a., ia berkata bahwa Nabi SAW bersabda:
سِبَابُ الْمُسْلِمِ فُسُوقٌ وَقِتَالُهُ كُفْرٌ
“Memaki orang muslim adalah kedurhakaan (fasik) dan membunuhnya adalah kekufuran.” (Hadits Muttafaqun ‘Alayh)
Al-Hafizh Ibn Hajar Al-‘Asqalani menjelaskan:
قوله: “فسوق” الفسق في اللغة: الخروج. وفي
الشرع: الخروج عن طاعة الله ورسوله، وهو في عرف الشرع أشد من العصيان، قال
الله تعالى :{ وَكَرَّهَ إِلَيْكُمُ الْكُفْرَ وَالْفُسُوقَ
وَالْعِصْيَانَ}[6
“Sabda Rasulullah “fusuuq[un]”secara
bahasa, al-fisq berarti al-khuruuj (keluar). Secara terminologi berarti
keluar dari keta’atan terhadap Allah dan rasul-Nya. Kata “fasik” dalam
pandangan syariat lebih tinggi tingkat keburukannya daripada kata
maksiat. Allah SWT berfirman: “…dan menjadikan kamu kepada kekafiran,
kefasikan dan kedurhakaan (kemaksiatan).”
Al-Hafizh Ibn Hajar menegaskan:
ففي الحديث تعظيم حق المسلم والحكم على من سبه بغير حق بالفسق
“Maka hadits ini menunjukkan
penghormatan terhadap hak seorang muslim dan status hukum orang yang
mencelanya tanpa alasan yang benar merupakan kedurhakaan.”
Perbuatan ini sangat berbahaya karena
bisa merusak ukhuwwah islaamiyyah, padahal kaum muslimin itu diibaratkan
bagaikan satu tubuh. Dan Allah telah mensifati orang-orang mukmin
dengan persaudaraan, dimana ayat tersebut termaktub sebelum QS.
al-Hujuraat ayat 11 (tentang larangan mengolok-olok orang beriman).
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara,
maka damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan
bertakwalah kepada Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-Hujuraat [49]: 10)
Ingat dengan pesan Rasulullaah SAW? Beliau bersabda:
المُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ المُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
“Seorang muslim itu adalah seseorang yang kaum muslimun selamat dari lisan dan tangannya.” (HR. Al-Bukhari & Abu Dawud)
[1] Jangan mencela dirimu sendiri maksudnya ialah mencela antara sesama mukmin karana orang-orang mukmin seperti satu tubuh.
[2] Panggilan
yang buruk ialah gelar yang tidak disukai oleh orang yang digelari,
seperti panggilan kepada orang yang sudah beriman, dengan panggilan
seperti: hai fasik, hai kafir dan sebagainya.
[3] Lihat: Fath al-Qadiir, al-Imam al-Syawkani
[4] Lihat pula hadits yang diriwayatkan Imam al-Tirmidzi dalam Sunan-nya dan Imam Ahmad dalam Musnad-nya.
[5] Lihat: Mirqâtu Shu’ûd al-Tashdîq fî Syarh Sullam al-Tawfîq ilâ Mahabbatillâh ‘alâ al-Tahqîq, Syaikh Muhammad Nawawi bin ‘Umar al-Jawi al-Syafi’i – Daar al-Kutub al-Islaamiyyah.
[6] QS. Al-Hujuraat [49]: 7
0 komentar:
Posting Komentar